Ditulis oleh: Deni Nuryadin Nuryadin
(Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Komissioner BAZNAS Kota Tangerang Selatan)
Jauh ratusan tahun sebelum teori barat mengemukaka dan berkembang justru datang dari seorang pemikir Islam di zamannya yang bernama Ibnu Khaldun, kemudian konsep ini banyak diadopsi oleh para pemikir barat dan disebar luaskan namun adopsi mereka dilakukan tidak menyeluruh hanya bersifat parsial yang memberikan keuntungan bagi mereka (simpelisasi) sebalikny konsep atau teori lainnya yang dirasa akan menyulitkan.mereka ditinggalkannya, awal muncul konsep bunga untuk melegitimasi konsep kapitalis dalam mencekeram ekonomi dunia,
Konsep yang sesungguhnya dari teori atau konsep ekonomi pembangunan berkelanjutan adalah penggunaan konsep yang berbasis pada nilai-nilai kemuliaan.
Konsep diatas ditulis kembali oleh seorang Ekonom Islam; bernama Prof Umar Chapra yang menyatakan; “people can not be preserved excepted with wealth”, artinya “manusia tidak dapat dilestarikan kecuali dengan kekayaan”
Penggunaan kata “lestarikan” dimaksudkan bahwa manusia secara jamak perlu memiliki penghasilan dalam rangka membiayai kebutuhan hidupnya, lalu kata “lestarikan” juga dimaksudkan bahwa manusia perlu menunjukkan eksistensi dirinya hidup secara berdampingan dengan seluruh alam, atau dengan kata lain menjadi khalifah dimuka bumi, untuk itu dalam rangka menjaga eksistensi maka manusia membutuhkan materi untuk melanjutkan kehidupannya.
Sedangkan materi yang diperolehnya dapat dihasilkan dari orang-orang yang produktif atau dengan kata lain ia bekerja baik manusia sebagai individu maupun manusia sebagai bagian dari kelompok (jamak).
Lebih lanjut manusia bekerja dalam jumlah banyak dan secara agregat dapat dikatakan mereka sedang melakukan pembangunan.
Hal ini sejalan dengan teori dari Ibnu Khaldun selanjutnya: “wealth can not be obtained except through development”, artinya
“kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali melalui pembangunan”.
Teori ini terus berkembang dan terbukti hingga sekarang. Secara sunatullah orang yang bekerja keras dan cerdas akan mempunyai kesempatan lebih besar dalam memperoleh harta.
Pijakan ini belum selesai dengan masih menggunakan teori yang sama, Ibnu Khaldun menyampaikan kembali “development cannot be achieved except through justice”, artinya “pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan”.
Keadilan menyangkut distribusi, kesempatan yang sama dalam mendapatkan akses bekerja dan memperoleh penghasilan.
Dalam konteks ini para penguasa dan bagi mereka yang diberikan keluangan dalam memperoleh rezeki (misal pengusaha sukses) berkewajiban untuk bersikap adil dengan memberikan bantuan akses kepada orang-orang yang kurang beruntung untuk mendapatkan rezeki, rezeki juga tidak harus selalu bersifat materi namun memberikan peluang orang lain dapat pekerjaan lalu mereka bekerja untuk berkarya hasilnya mendapat penghasilan juga masuk kategori di dalamnya guna melanjutkan kehidupan.
Pijakan teori ini berlanjut dengan dimulai dari sebuah pertanyaan, “Bagaimana dengan keadilan yang sesungguhnya yang dapat diterapkan manusia dalam rangka aktualisasi dimata Tuhannya?”.
Terkait pertanyaan di atas Ibnu Khaldun menyampaikan kembali; “justice is criterion of Allah judging His servant and the ruler is responsible for actualizing of justice”, artinya: “keadilan adalah kriteria Allah menilai hamba-Nya dan penguasa bertanggung jawab untuk mewujudkan keadilan”.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk sekaligus khalifah yang patuh kepada Allah maka ia dengan sadar akan membantu, menyokong dan mewujudkan ekonomi berkeadilan, manakala ia seorang penguasa maka dengan kekuasaannya ia akan wujudkan pelaksanaan distribusi harta tersebut sampai kepada dhuafa.
Sehingga harta orang-orang kaya tidak berputar pada golongan atau kelompoknya saja namun dapat distribusikan kepada para dhuafa yang membutuhkan melalui mekanisme penerapan instrumen ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf).
Keseimbangan yang seperti inilah yang dikehendaki Allah, sikap tolong menolong, saling memberi kemanfaatan antara satu dengan yang lainnya sehingga manusia dapat terus tumbuh berkembang tanpa dibatasi waktu.
Sebaliknya manakala keseimbangan ini tidak terjaga dan tidak terpelihara maka yang ada adalah perpecahan dan permusuhan dengan berbagai sebab dan tujuan (zaman ke zaman peperangan terus ada) yang pada akhirnya jawaban atas kondisi ketidakseimbangan di atas, tinggal menunggu waktu saja sebagai tanda-tanda datangnya akhir zaman.
Kenapa kita musti ragu bahkan menomorduakan ilmu yang datang dari sumber-Nya (Allah SWT) yakni Al Quran dan Hadist justru malah sebaliknya jargon teori barat (kapitalis dengan teori bunga/ rente-nya) secara jelas dan terbukti nyata menjadikan ekonomi dunia saat ini terus terpuruk dan kemiskinan dunia terus bertambah akan tetapi masih tetap saja kita pelihara hingga sekarang.
Belum terlambat untuk bertobat menerapkan konsep ekonomi pembangunan dengan landasan nilai-nilai agama, etika dan moral untuk mewujudkan umat manusia hidup di dunia sejahtera dan selamat di akherat.
Wallahu alam Bissawab
Semoga bermanfaat.
Baca berita dan informasi menarik lainnya dari teropongpost.id di Google News.