Teropongpost, TANGERANG SELATAN, – Anggaran perjalanan dinas pejabat Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) yang disebut mencapai Rp1,5 miliar menuai sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat. Kebijakan tersebut dinilai tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang tengah digaungkan pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Di tengah kondisi ekonomi yang masih menekan dan kebutuhan masyarakat yang kian mendesak, pengeluaran besar untuk perjalanan dinas justru memicu pertanyaan publik terkait urgensi dan manfaat langsung kegiatan tersebut.
Secara aturan, perjalanan dinas pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) memang merupakan bagian dari tugas pemerintahan, mulai dari rapat kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat), studi banding, hingga kerja sama antardaerah. Seluruh kegiatan itu juga dibekali mekanisme administrasi resmi melalui Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD).
Namu, besarnya anggaran serta pelaksanaan kegiatan di luar daerah dinilai publik kurang sensitif terhadap situasi fiskal dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Ketua Forum Tangsel Maju, Maryono AM, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertolak belakang dengan prinsip efisiensi yang kini menjadi prioritas nasional.
“Di era Presiden Prabowo, efisiensi adalah kunci menjaga arus fiskal negara. Kegiatan pejabat eselon II dan III ini, meskipun dirancang sejak setahun lalu, seharusnya bisa ditunda dan dialihkan untuk program yang lebih menyentuh masyarakat,” ujar Maryono.
Ia juga mengkritik pola kegiatan yang dinilainya masih berorientasi proyek. Menurutnya, pemilihan lokasi luar kota justru memperbesar biaya transportasi dan akomodasi.
“Kalau pemimpin tidak amanah, untuk apa dipertahankan. Jangan berlindung di balik jawaban normatif, tapi gunakan hati dan pikiran yang jernih,” tegasnya.
Kritik serupa disampaikan Ketua Forum Masyarakat Tangerang Selatan, Puji Iman Jakarsih. Ia menilai perjalanan dinas bernilai fantastis itu berpotensi melukai rasa keadilan publik.
“Di saat masyarakat merasakan langsung dampak efisiensi anggaran, kebijakan ini justru terkesan berlawanan. Kesadaran efisiensi harus dimulai dari pimpinan,” katanya.
Puji bahkan menyebut kebijakan tersebut sebagai pengabaian nurani publik. Menurutnya, dana Rp1,5 miliar dapat dialihkan untuk program yang lebih berdampak langsung, seperti pasar murah atau bantuan sembako.
“Apalagi Tangsel mengusung motto Cerdas, Religius, dan Modern. Kebijakan harus mencerminkan nilai itu,” tandasnya.
Sementara itu, politisi Partai Golkar HM Robert Usman mengingatkan agar polemik ini disikapi secara rasional dan proporsional. Ia menilai, dasar perencanaan kegiatan perlu ditelusuri secara menyeluruh.
“Yang harus dilihat adalah apakah kegiatan ini tercantum dalam RKPD, serta apakah jumlah peserta dan anggarannya rasional. Jika memang sudah direncanakan, bisa jadi persoalannya hanya soal waktu pelaksanaan yang berdekatan dengan akhir tahun,” ujarnya.
Meski demikian, Robert menegaskan bahwa setiap kegiatan harus memberi dampak nyata bagi peningkatan pelayanan publik.
“Kalau tidak ada dampaknya, tahun depan sebaiknya tidak dimasukkan lagi dalam anggaran. Situasi sekarang menuntut efisiensi ketat, baik eksekutif maupun legislatif,” katanya.
Ia juga menyinggung kondisi nasional yang tengah menghadapi berbagai tantangan, termasuk bencana di sejumlah daerah. “Keadaan kita sedang sulit. Efisiensi harus benar-benar dirasakan,” tambahnya.
Sebelumnya, publik dihebohkan oleh informasi perjalanan dinas pejabat eselon II dan III Pemkot Tangsel ke Bandung pada 9–10 Desember 2025. Kegiatan tersebut disebut melibatkan penginapan di hotel berbintang empat dengan total anggaran mencapai Rp1,5 miliar. Informasi ini mencuat setelah diunggah akun Instagram @officialtangerangupdatecom, Rabu (10/12/2025).
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tangsel, Wahyudi Leksono, menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan Leadership Training yang telah terjadwal dan tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2025.
“Ini bukan kegiatan mendadak. Program tersebut telah ditetapkan dalam RKPD sebagai bagian dari pengembangan kompetensi ASN,” jelas Wahyudi dalam keterangan tertulis.
Ia menambahkan, Bandung dipilih karena memiliki fasilitas pelatihan yang memadai, lingkungan yang kondusif, serta ketersediaan narasumber yang relevan.
“Dengan lokasi tersebut, peserta dapat mengikuti pelatihan secara fokus tanpa terganggu rutinitas pekerjaan harian,” pungkasnya.







