Soal Pelaporan PJ ke Kejagung Oleh KOMPAK, Ini Tanggapan Pegiat Sosial di Banten Ojat Sudrajat

Soal Pelaporan PJ ke Kejagung Oleh KOMPAK, Ini Tanggapan Pegiat Sosial di Banten Ojat Sudrajat
Teropongpost, Banten, -Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) Banten mendatangi Kantor JAM Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta, pada Selasa (24/10/2023) lalu.

Kedatangan para mahasiswa pada momen peringatan Hari Santri Nasional di kantor Kejagung RI tersebut diketahui untuk melaporkan dugaan kasus korupsi yang melibatkan Pj. Gubernur Banten Al Muktabar dalam dugaan kasus Dana Hibah Ponpes Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018-2020.

Menyikapi hal tersebut, Ojat Sudrajat selaku pegiat sosial di Banten menilai pelaporan KOMPAK ke Kejagung RI tersebut tidak berdasar, karena pada penyusunan APBD 2018-2020 sudah berjalan, sementara Al Muktabar baru menjabat sebagai Sekda dan Ketua TAPD Provinsi Banten pada 2019.

Read More

“Pak Al, itu baru Mei 2019 menjadi Sekda Banten dimana penyusunan APBD 2018-2020 sudah berjalan sebelumnya dan TAPD tidak membahas detail. TAPD hanya membahas gelondongan saja. Detail dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) itu ada di ranah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing,” Terang Ojat kepada Media pada Rabu, (25/06/2023).

Apalagi kata pria yang dikenal sebagai pemerhati sosial, hukum, kemasyarakatan, dan kebijakan publik di Banten ini, putusan mengenai kasus dana hibah ponpes Provinsi Banten tersebut sudah diuji sampai tingkat Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi kelima terpidana, yang salah satunya adalah Mantan Kabiro Kesra Provinsi Banten Irvan Susanto yang ditolak MA dan yang bersangkutan tetap menghukum penjara selama 4 tahun dan denda Rp50 juta pada Januari 2022 lalu.

“Dalam putusan a quo setebal 29 halaman, pertimbangan Majelis Hakim Kasasi MA disebutkan tidak ada pihak lain yang dimintakan untuk ikut bertanggung jawab termasuk TAPD. Sehingga clear jika yang bertanggung jawab adalah para terdakwa.” tutur pria yang mengaku mencermati dengan serius sejak awal kasus dana hibah ponpes tersebut.

Seperti yang diketahui, pada APBD tahun 2018-2020, Pemprov Banten telah memberi kucuran dana hibah sebesar Rp66.228 miliar yang diperuntukan untuk 3.364 Ponpes di Banten. Masing-masing ponpes mendapatkan sebesar Rp20 juta.

Kemudian pada APBD 2020, Pemprov Banten kembali mengucurkan dana hibah untuk 4.042 ponpes sebesar Rp117,780 miliar. Setiap ponpes dianggarkan mendapatkan dana hibah sebesar Rp30 juta.

Namun, dalam pelaksanaanya, inisiatif yang semula ditujukan untuk membantu ponpes justru diduga menjadi proyek bancakan sejumlah pihak. Dari temuan audit BPKP Perwakilan Provinsi Banten negara diduga mengalami kerugian Rp 70.792.036.300. Kasus ini kemudian bergulir di pengadilan hingga ke tingkat kasasi, namun saat itu MA menolak kasasi para terdakwa, terlebih pengajuan kasasi juga diajukan oleh Kejaksaan Tinggi Negeri Provinsi Banten.

Dengan demikian, permasalahan dana hibah ponpes melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten sudah inkrah dan dalam putusannya tidak ada pihak lain yang harus bertanggung jawab.

“Ini juga isu lama yang mungkin ada pihak yang belum puas,” tutur Ojat.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.