Teropongpost, DKI Jakarta – Turun dari mobil dikawal dua orang anggota Paspamres, tentu bukan pemandangan biasa di lingkungan rumah susun yang dihuni oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kelurahan Cakung Barat, Jakarta Timur ini. Banyak mata tertuju kepadanya. Terdengar lirih bisik-bisik penghuninya, siapakah gerangan? adalah putri Wapres.
Langkahnya santai menuju sebuah kedai kopi pada rumah susun yang berada di gedung paling ujung menghadap sebuah kebun mangga. Rupanya dia adalah putri Wapres Siti Nur Azizah, yang memang dikenal suka blusukan keliling kampung-kampung kota untuk mensosialisasilkan berbagai gagasan inovatifnya.
Kali ini Puteri Wapres datang untuk membuka acara bertajuk Rembuk Sampah 2023 dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang dihelat oleh Bank sampah Jelita, SNA Initiative, NU Circle, dan Rumah Demokrasi Nelayan (Raden). Selain Siti Nur Azizah, tampak sejumlah tokoh turut hadir di Kedai Kopi Goenoeng tempat diselenggarakannya kegiatan, seperti Mufti Mubarak (wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI), Gatot Prio utomo (staf ahli Wakil Presiden RI), Poempida Hidayatullah (mantan komisaris BPJS Ketenagakerjaan), Indra Jaya Piliang (pengamat kebijakan publik), sejumlah pejabat dari pemerintah daerah di lingkungan Kota Jakarta Timur, beberapa perusahaan nasional, serta sejumlah pegiat sampah di DKI Jakarta.
“Ini kali pertama saya mengunjungi rusun, selain karena ingin merayakan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) bersama warga jakarta, saya sebenarnya penasaran ingin ikut menyeruput Kopi Goenoeng yang namanya sudah cukup lama saya dengar. Dengan menyeruput kopi di sini artinya saya akan turut serta dalam mengkampanyekan gagasan ngopi sehat, petani berdaulat yang menjadi taqline kedai ini,” ucap ketua umum PERSAMI (Perhimpunan Saudagar Muslimah Indonesia) ini.
Ide Kopi Goenoeng dalam mengkampanyekan petani baginya sangat inspiratif, sebab mendukung petani juga merupakan kunci dalam menanggulangi masalah sampah perkotaan, terutama sampah organik. Petani selama ini tidak berdaulat karena produknya tidak terserap dengan baik, sementara pupuk untuk menyuburkan tanaman yang merupakan kebutuhan dasarnya susah didapat.
Perkotaan menawarkan potensi pasar yang besar bagi produk pertanian mereka, begitu pula untuk kebutuhan pupuk, kota menawarkan potensi sampah organik yang melimpah yang bisa diolah menjadi pupuk. Idealnya, menurut Azizah, hubungan kota dan desa bisa lebih adil dan seimbang di masa mendatang.
Jika itu terjadi, maka persoalan sampah di perkotaan sedikit terurai, petani juga menjadi lebih sejahtera. Penulis buku Towards Halal ini menuturkan bahwa sampah non organik masih bisa didaur ulang dan masuk ke pabrik, sementara sampah organik harus diolah menjadi pupuk untuk mencukupi kebutuhan petani di desa. Dengan cara ini orang kota akan mendapat pasok produk pertanian yang sehat dan terjangkau, sedangkan petani bisa mendapatkan pupuk organik murah dan hasil panennya bisa dijual dengan harga yang lebih ramah. Bank Sampah kita harus bergerak ke arah sana di masa mendatang.
“Saya mendukung sepenuhnya segala upaya untuk mengolah sampah yang ada, karenanya saya menyempatkan hadir di tempat ini. Saya juga ingin mengapresiasi gagasan Rembuk Sampah hari ini. Rembuk sampah adalah cara demokrasi mengurai masalah. Semoga dengan rembuk sampah yang melibatkan berbagai unsur dari pemerintah, korporasi, NGO, bank sampah, komunitas, dan peneliti ini bisa memantik ide kita untuk melangkah lebih maju dalam mengelola persoalan sampah di Indonesia,” ungkap founder SNA Initiative ini bersemangat.
Dirinya mengaku bahagia gagasannya tentang Jemput Limbah Rumah Tangga (Jelita) yang disuarakan beberapa tahun lalu mewujud menjadi bank sampah di RW 10 Cakung Barat ini. “Tadinya hanya ide semata, saya kampanyekan lewat lagu dari satu komunitas ke komunitas lain. Hari ini mulai menemukan bentuknya. Terima kasih untuk seluruh pegiat Bank sampah Jelita, semoga bisa berkembang dan menginspirasi dari Cakung Barat untuk Indonesia,” ungkap pelantun tembang Jelita ini menutup pembicaraan.