Disusun oleh: Deni Nuryadin
(Komissioner BAZNAS Kota Tangerang Selatan)
Setiap orang akan berbeda dalam menilai dan menghadapi kebahagiaan.
Kebahagiaan menurut Islam amat berbeda dengan pandangan kaum konvensional (barat) atau dengan kata lain terdapat perbedaan antara hasil pemikiran pakar filosofi rasional kebendaan semata dibandingkan dengan konsep kebahagian yang dilandasi oleh adanya penerapan nila-nilai rububiyah.
Pandangan konvensional menganggap bahwa kebahagian dan kepuasan hidup (utility) akan diperoleh manakala drinya memiliki harta berlimpah.
Penerapan konsep pemikiran konvensional cenderung akan berujung pada dua kemungkinan hasil.
Kemungkinan pertama mereka akan selalu haus atau tidak pernah puas dengan kepemilikan hartanya, sehingga mendorong dirinya untuk berlaku serakah dan biasanya tipe orang seperi ini akan memghalalkam segala cara agar tujuannya terwujud.
Kemungkinan kedua manakala harta nya hilang atau tujuannya tidak terwujud maka akan memunculkan keputusasaan dan kufur nikmat atas suatu kondisi yang sedang terjadi.
Dalam perspektif Islam, kebabagiaan seperti di atas digambarkan sebagai kebahagiaan semu dan tidak kekal, sebagaimana Allah gambarkan dalam Al Qur’an surat Al Hadid, ayat 20, artinya; ‘Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”
Lalu bagaimana semestinya seorang muslim dalam meraih dan memghadapi kebahagiaan di kehidupan di dunianya.
Perspektif pertama yang harus dibangun dalam diri seorang muslim adalah menciptakan keseimbangan dalam memperoleh kebahagiaan di dunia maupun dalam meraih kebahagiaan di akherat.
Kedua, kesadaran akan kehidupan di dunia ini amatlah pendek dan sebentar dibandingkan dengan kehidupan selanjutnya di akherat yang kekal abadi. Ditambah bahwa semua kenikmatan di dunia itu pada akhir ajal datang maka semua itu akan ditinggalkannya.
Ketiga, ketika seorang muslim sadar bahwa kehidupan di dunia ini amatlah singkat maka memotivasi mereka untuk berlomba-lomba berbuat amal sholeh guna memenuhi bekal melanjutkan kehidupan selanjutnya di akherat.
Hal ini sesuai firman Allah di dalam Al Qur’an, surat Az Zariyat, ayat 56, artinya: ‘Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Kebahagiaan seperti di bawah inilah yang semestinya manusia kejar yakni peningkatan prestasi ibadahmya dari waktu ke waktu baik untuk ibadah maghdah maupun untuk ibadah ghaira maghdahnya.
Menjalankan shaum atau puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu metode yang Allah perintahkan kepada manusia ciptaanNya.
Penggemblengan selama bulan Ramadhan dimaksudkan agar umat Islam menjadi peduli dengan kesulitan orang lain, untuk kemudian menolongnya.
Harapan lain dari hasil ibadah selama Ramadhan memunculkan semangat untuk berlomba-lomba berpretasi dalam beribadah dan beramal sholeh.
Atas ketaqwaan manusia tersebut selama bulan Ramadhan maka Allah memberikan bonus reward berlipat ganda berupa pahala, bagi mereka yang menjalankannya .
Kebahagiaan seperti di bawah ini lah sejatinya yang harus diupayakan keras untuk terwujud.
Bahagia dapat berbagi kepada sesama dengan menunaikan zakat dan memberikan sedekah kepada yang membutuhkan
Bahagia telah mengisi malam-malam selama Ramadhan dengan sholat taraweh dan sholat sunnah lainnya.
Bahagia karena keseharian dan disela-sela aktifitas produktitas kerjanya, disibukkan dengan bertadarrus Al Qur:an.
Bahagia karena hasil pengglembengan selama bulan Ramadhan dapat dijalankan atau diimplementasikan di 11 bulan lainnya.
Semoga dengan bahagia menjalankan amal sholeh selama bulan Ramadhan ini Allah memberikan kita kehidupan yang lebih baik di sisa umur selanjutnya Aamiin YRA.