Teropongpost, Jakarta, – Praktisi media KRH. HM. Jusuf Rizal ikut angkat bicara terkait pencabutan kartu liputan Istana yang dialami wartawan CNN Indonesia, Diana Valencia, usai bertanya soal Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kasus ini bukan hanya soal kebebasan pers, tetapi juga refleksi penting bagi jurnalis untuk kembali menegakkan etika dan profesionalisme dalam forum resmi kenegaraan.
Jusuf Rizal menjelaskan bahwa konferensi pers di lingkungan kepresidenan memiliki aturan dan tata tertib tertentu, akibat dari Pencabutan Kartu Liputan Istana, Apalagi Presiden Prabowo baru saja pulang dari Sidang Umum PBB dan kunjungan ke Belanda yang menyangkut politik luar negeri serta kepentingan strategis nasional. “Dalam kondisi seperti ini, wajar jika jalannya tanya-jawab diarahkan agar fokus pada isu utama yang sudah ditentukan,” ujar Jusuf Rizal, Senin (29/9).
Meski begitu, ia menilai langkah pencabutan kartu liputan istana terhadap jurnalis CNN Indonesia terlalu berlebihan. Tindakan itu, menurutnya, justru kontraproduktif dan bisa menimbulkan citra buruk terhadap Presiden Prabowo. “Keputusan seperti ini tidak hanya menimbulkan kontroversi, tapi juga dapat memunculkan kesan bahwa Presiden anti terhadap pertanyaan kritis, padahal bisa saja itu sekadar miskomunikasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Jusuf Rizal mengingatkan bahwa posisi jurnalis bukan bawahan Biro Pers Istana. “Jurnalis bukan pelayan Istana, melainkan mitra strategis pemerintah. Sebagai pilar demokrasi, peran mereka harus dihormati. Tapi, di sisi lain, jurnalis juga berkewajiban menjaga etika dan menghormati aturan forum resmi,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa kebebasan bertanya tidak boleh dipahami sebagai kebebasan tanpa batas. Seorang wartawan tetap harus cermat membaca situasi, memahami prioritas isu, serta menempatkan pertanyaan pada waktu dan konteks yang tepat. “Pertanyaan kritis itu sah dan perlu, tapi cara penyampaiannya harus sesuai situasi agar tidak terkesan sekadar mencari sensasi,” katanya.
Jusuf Rizal juga menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh bersikap represif terhadap media. Ruang dialog, menurutnya, harus selalu terbuka sebagai wujud komitmen demokrasi. Namun di saat yang sama, kalangan jurnalis pun perlu melakukan evaluasi diri. “Mematuhi tata acara, menghormati agenda, dan menjaga kualitas pertanyaan bukanlah pembatasan, melainkan bentuk tanggung jawab profesi,” ujarnya.
Ia menutup dengan pesan bahwa demokrasi hanya akan berjalan sehat jika ada kesalingan. “Pemerintah harus siap menerima kritik, sementara wartawan wajib menjaga etika. Kebebasan bertanya tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan konteks, dan kebebasan menjawab bukan pembenaran untuk menutup akses. Semua itu bermakna bila dijalankan dengan saling menghormati,” pungkasnya.