Penulis:
Deni Nuryadin BAZNAS Tangerang Selatan
Zakat semestinya sudah menjadi gaya hidup orang muslim yang memiliki kemampuan baik dari aspek ekonomi (nishab dan haulnya) maupun aspek tingkat religiusitasnya.
Saat ini zakat sudah tidak hanya urusan ibadah agama saja yang bersifat hubungan kepada Tuhan, melainkan Zakat saat ini sudah semestinya menjadi instrumen pergerakan ekonomi yang didasarkan pada pergerakan dari bawah bukan sebaliknya pergerakan ekonomi yang diinisiasi dari atas ke bawah, karena apabila inisiasi pergerakan ekonomi yang dimulai dari atas ke bawah biasanya sarat kepentingan, apabila hal ini terjadi maka kepentingan ekonomi orang banyak akan bergantung kepada segelintir orang-orang yang memiliki kemampuan dan akses menguasai sumber-sumber ekonomi.
Tuhan sudah memperingatkan kepada manusia bahwa pada harta orang-orang kaya yang memenuhi nishab dan haul terdapat hak orang miskin, sebagaimana Allah berfirman pada Surah Az-Zariyat ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta”. Ayat ini menekankan bahwa harta yang dimiliki oleh orang kaya memiliki hak bagi mereka yang membutuhkan, baik yang meminta maupun yang tidak meminta.
Inilah yang disebut dengan kesetaraan hak dan kewajiban di hadapan Tuhan, orang kaya memiliki kewajiban untuk menyisihkan sebagain hartanya diberikan kepada orang miskin , sebaliknya orang miskin berhak meminta baik secara terang-terangan maupun secara isyarat.
Di sisi lain sumber keuangan sosial masih terbuka lebar dan berpotensi besar dalam menggerakkan roda perekonomian pada masyarakat marginal, menurut penulis instrumen ini sangat efektif mengingat keterbatasan mereka dalam memperoleh akses keuangan dan permodalan yang bertumpu pemberiannya pada prinsip feasible dan bankable. Kesuksesan instrumen zakat dalam menggerakkan ekonomi dan pembangunan telah terbukti di zaman Khalifah Umar Bin Khattab. Pada saat itu semua pergerakan sektor ekonomi dan pembangunan dipompa dan disalurkan oleh penyaluran Zakat, Infaq dan Sedekah.
Melawan jargon yang terjadi saat ini dimana penguasa saat ini adalah kapital harus ditampikkan, Saat ini dibutuhkan lebih banyak kemunculan akan solidaritas dan modal social dari umat.
Tantangan tentunya, jalan masih panjang untuk berjuang bersama bagaimana mensejahterakan masyarakat tanpa memukul tetapi merangkul, tidak sekedar menasehati melainkan memberi contoh.
Berjibaku atas keinginan masing-masing dengan dalih siapa regulator atau siapa operator eksekusi akan membuang enerji yang tidak perlu untuk mendapatkan porsi kue charity, bersinergi, bergotong royong dengan menjalankan visi misi di masing-masing lembaga charity adalah jalan terbaik, mengingat potensi dana sosial itu masih begitu luas dan sangat besar yang belum tergarap, yah apabila nalar dikedepankan maka kita semua memahami bahwa potensi tersebut tidak mampu dilakukan sendiri-sendiri butuh gerakan sinergitas, dimana penulis menyebutnya Meta Charity Mix.
Bangsa ini masih membutuhkan banyak pahlawan kemanusiaan mengingat tantangan bangsa kedepannya semakin berat, terlebih adanya peningkatan jumlah orang miskin akibat kondisi global memanas akibat perang tarif impor yang diinisiasi USA dan konflik perang antar negara serta perlambatan ekonomi akibat melemahnya daya beli masyarakat, gelombang PHK dan bangkrutnya beberapa industri manufaktur berbasis padat karya gulung tikar atau dengan kata lain kualitas fundamental pembangunan yang belum kuat menopang perubahan ekonomi global.
Semoga dengan adanya sinergitas dalam balutan Meta Charity Mix, Indonesia mampu kembali melakukan rebound ekonominya, peningkatan kesholehan sosial umat sehingga berimplikasi pada menurunnya jumlah orang miskin dan rakyatnya sejahtera, aamiin yra.
Semoga bermanfaat.