Teropongpost, JAKARTA — Menjelang Hari Antikorupsi Sedunia 2025, Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) mengeluarkan sebuah Surat Edaran nasional yang terasa lebih seperti seruan moral ketimbang instruksi organisasi. Di tengah gelombang ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, GN-PK memilih jalur berbeda: kembali ke ruang batin.
Edaran bernomor : 01-SE/DPN.GN-PK/XI/2025 itu menyapa seluruh pengurus dan relawan GN-PK dengan ajakan sederhana namun tajam: menjaga hati, menjaga rumah, dan menjaga bangsa. Ketua Umum GN-PK, Dr. H. Adi Warman, menyebut korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi “luka sosial dan racun moral yang mengancam masa depan anak-anak bangsa”.
Nada pesannya dari GN-PK jelas: perang melawan korupsi tidak cukup dengan spanduk, sidang, atau angka-angka. Ia harus dimulai dari dapur rumah dan nurani masing-masing.
Tema Tahun Ini: Moralitas yang Paling Dekat
GN-PK mengangkat tema nasional:
“Jaga Hati, Jaga Rumah, Jaga Bangsa: Menolak Uang Haram, Menegakkan Integritas.”
Tema ini seperti menampar kesadaran publik yang mulai terbiasa dengan praktik gratifikasi kecil, amplop ucapan terima kasih, atau “uang rokok” yang dianggap tidak berbahaya. Edaran itu menegaskan bahwa integritas tidak dimulai dari gedung megah atau forum besar, tetapi dari pilihan kecil yang sering kita anggap sepele.
Surabaya Jadi Pusat Gelombang Spiritual
Dalam langkah yang tak lazim bagi organisasi antikorupsi, GN-PK memilih pendekatan spiritual sebagai pusat peringatan nasional. Surabaya ditunjuk sebagai lokasi Shalawat Akbar dan Doa 20.000 Santri.
Bagi GN-PK, doa bukan substitusi penegakan hukum, tetapi penyadaran kolektif. Upaya ini juga akan dibarengi pembacaan Ikrar Integritas Nasional sebagai komitmen moral para pengurus GN-PK. Petunjuk teknis kegiatan akan diterbitkan menyusul.
Langkah ini bisa dibaca sebagai respons terhadap fenomena “normalisasi korupsi” yang makin meresap di ruang publik. Ketika khotbah, poster, dan kampanye rasanya tak lagi mempan, GN-PK mencoba mengetuk sisi terdalam manusia.
Gerakan Moral di Daerah: Dari Mimbar ke Meja Makan
Surat Edaran GN-PK tidak berhenti di kegiatan seremonial. Para pengurus wilayah, daerah, dan cabang diminta menyelenggarakan aktivitas yang menyasar keluarga dan ruang pribadi:
– Doa dan refleksi lintas agama
– Ceramah tentang nafkah halal
-Dialog keluarga: bagaimana menghindari uang haram masuk ke rumah
– Edukasi antikorupsi di sekolah, kampus, dan pesantren
– Gerakan “Satu Hari Tanpa Gratifikasi”
– Kampanye moral dengan pendekatan lembut dan merangkul
Pilihan pendekatan ini menarik: GN-PK secara eksplisit menolak gaya kampanye yang keras dan menghakimi. Mereka memilih jalur sunyi—menyentuh hati sebelum berbicara tentang aturan.
Empat Fondasi Pelaksanaan: Dari Hati, Bukan Sekadar Administrasi
GN-PK menegaskan empat prinsip utama:
1. Tulus sebelum teratur – niat menjadi pondasi.
2. Organisatoris tapi manusiawi – struktur tidak boleh mematikan empati.
3. Pendanaan yang suci dan mandiri – integritas tak boleh dibeli.
4. Laporan sebagai amanah, bukan ritual – transparansi adalah cermin diri.
Dalam konteks maraknya organisasi yang “bersih di spanduk, kotor di belakang”, prinsip ini merupakan bentuk penegasan jati diri GN-PK.
Ajakan Moral: Sebelum Mengubah Negara, Bersihkan Diri
Menutup edaran, GN-PK menyampaikan pesan yang lebih mirip renungan daripada instruksi organisasi. Seruan itu mengajak setiap kader dan relawan berani berkata:
– “Saya tidak akan mengambil yang bukan hak saya.”
– “Saya akan membawa pulang hanya uang halal.”
– “Saya ingin anak-anak tumbuh dari rezeki yang bersih.”
– “Saya ingin negeri ini selamat.”
Pesan ini terasa relevan di tengah berbagai skandal yang melibatkan pejabat publik, aparat, bahkan lembaga yang seharusnya menjadi pengawas.
GN-PK ingin Hakordia 2025 menjadi lebih dari sekadar tanggal di kalender—menjadi gerakan batin yang perlahan tetapi pasti mengubah lanskap moral bangsa.
Surat ini ditandatangani di Jakarta, 25 November 2025, dan menjadi pedoman nasional bagi seluruh jaringan GN-PK.







