Teropongpost, –Praktek ekonomi dunia saat ini merupakan penerapan dari hasil pemikiran konsep manusia terdahulu kemudian dikembangkan (versi negara barat) lalu diklaim sebagai ilmu pengetahuan.
Pengetahuan tersebut dapat dipikirkan baik dilihat secara rasional maupun secara empiris dan bagi mereka yang meyakini lalu mempraktekkannya dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.
Melihat kalimat di atas tidak ada yang salah manakala kalimat tersebut tidak selesai sampai disitu.
Penggalan ulasan di atas semestinya ada kelanjutan ulasan lain, bahwa pengetahuan yang telah digunakan diperlukan pengujian-pengujian berkelanjutan selaras dengan berjalannya waktu zaman. Karena apabila tidak dilakukan pengujian ulang berdasarkan teori dan empiris maka konsep yang berasal dari pengetahuan terdahulu apakah masih sesuai atau sebaliknya sudah tidak menjawab tantangan zaman.
Masih banyak menyisakan pertanyaan tentunya.
Menyambung pertanyaan di atas, apakah sistem ekonomi yang menganut “Kapitalis” dan “Rente”, yang mengedepankan modal dan bunga dalam menjalankan kegiatan ekonomi masih bisa menjawab tantangan ekonomi global saat ini.
Mengedepankan ego rasionalitas dan logika semata, bahwa kami (masyarakat barat) adalah pemilik ilmu pengetahuan terdepan sehingga mempertahankan konsep dasar yang sudah “usang”?
Jawabannya karena kebaharuan konsep yang dilakukan mereka hanya terjadi pada “casing” saja (rente dan kapitalis seperti sebuah candu dan sebuah pakem yang tidak bisa diganggu gugat) namun substantif landasan dan pokok masalah konsep di atas tetap masih berpijak pada penggunaan kata “rente” dan “kaptal” sebagai cara memandang ekonomi dunia.
Walaupun sejarah membuktikan bahwa tindakan ekonomi yang berasal konsep tersebut membawa lebih banyak kemudharatan bagi umat manusia masih saja dipertahankan dan hanya memberikan kemakmuran pada sebagian negara saja, (nota bene mereka adalah negara-negara pencetus dan penganut konsep “kapitalis” dan “rente”)
Menurut penulis tindakan di atas merupakan tindakan yang “sia-sia”, karena golongan manusia ini tidak belajar dari sejarah, alias terjerembab di lobang yang sama.
Begitulah ilustrasi sederhana di atas menggambarkan penggunaan konsep ekonomi berbasis kapitalis dan rente yang digunakan hampir pada seluruh negara di belahan dunia saat ini, masih menjadi dilema.
Sepanjang sejarah, sudah tidak terhitung krisis ekonomi global terjadi menimpa dunia ini.
Salah satu penyebab dari kondisi ini semua karena adanya penggunaan konsep ekonomi global mengarah pada pemisahan atau menjauhkan nilai-nilai kemuliaan dari tuhan dalam melakukan tindakan ekonomi (sekulerisasi ekonomi) karena berorientasi pada konsep materialistik bukan pada kemashlahatan (manfaat).
Hal ini pula yang memunculkan banyak prilaku “jahat”di bidang ekonomi, korupsi merajalela, tipu-tipu, penimbunan, rekayasa keuangan yang tidak menggambarkan kondisi sebenarnya, manipulatif dan peperangan guna menguasai semua potensi sumber daya, seperti sumber daya.alam. Mendapatkan kesejahteran bagi dirinya namun di atas penderitaan orang lain, apakah ini yang dinamakan kesejahteraan bagi umat manusia?
Teringat dengan nasehat dari dosen saya, apa itu yang dinamakan kesejahteraan, “kesejahteraan itu manakala dirasakan oleh semua orang” tanpa terkecuali. Saya, anda atau sekelompok orang atau sebahagian orang saja yang sejahtera sedangkan sebahagaian orang lainnya belum sejahtera maka tidak dapat dikatakan sejahtera.
Disinilah peran nilai-nilai kemuliaan memasuki ruh kegiatan ekonomi dalam menangkal praktek-praktek ekonomi yang berakhir pada menyulitkan atau mendzolimi orang lain melainkan memberikan manfaat bagi diri sendiri dan banyak orang.
Sebahagiaan orang dalam memenuhi kebutuhan pokok hidupnya tercukupi, lalu bagaimana dengan sebahagian orang dalam kondisi “miskin ekstrim” dalam memenuhi kebutuhan hidupnya?. Mereka harus mengais-ngais makanan disisa makanan yang dibuang dari rumah makan atau restaruran agar dapat melanjutkan kehidupannya atau makanan yang diperoleh hari ini hanya cukup untuk hari ini namun besoknya merea berpuasa.
Hal ini hampir terjadi di semua negara belahan dunia terlebih yang terjadi di beberapa negara miskin di Afrika.
Konsep ekonomi “kapital” dan “rente” digadang-gadang membawa kesejahteraan umat manusia tidak terbukti. Kekhawatiran ini sebenarnya sudah pernah disampaikan oleh para penikir barat itu sendiri dan telah memperingatkan akan dampak buruk bagi umat manusia manakala konsep “kapitalis” dan “rente” digunakan sebagai dasar pengelolaan ekonomi.
Sebut saja “Karl Marx” yang membenci sistem ekonomi kapitalis, Marx menilai bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah melakukan eksploitasi terhadap kaum buruh. Marx berargumen bahwa nilai suatu barang dihasilkan melalui proses produksi atas kerja buruh. Sedangkan kapitalisme itu “mencuri” nilai lebih tersebut.
Fenomena ini sedang terjadi dimana pemegang kekuasan dalam mengatur kegiatan dan mengeksploitasi sumber-sumber ekonomi adalah para pemegang modal.
Tanpa disadari sistim ini sedang bekerja tanpa mengenal nilai-nilai kemanusiaan (memanusiakan manusia) terlebih yang terjadi di negara miskin dan negara berkembang, karena konsep ini berorientasi atau berdalih untuk mencapai “efisien” dan “laba optimal”, tidak ada jalan lain kecuali melakukan eksploitasi berbagai sumber, sayangnya hal ini dibenarkan oleh penganut paham kapitalis dan rente, dengan kata lain bahwa Tuhan itu tidak ada di dalam pasar atau didalam kegiatan ekonomi,
Tuhan hanya ada di tempat-tenpat ibadah, lalu lebih parahnya adalah bagaimana apabila ada orang yang tidak pernah berkunjung ke tempat ibadah. Tanpa disadari, hal di atas telah mendorong terjadinya sekulerisasi di setiap kegiatan bidang ekonomi.
Perubahan konsep dasar inilah yang semestinya digaungkan, yakni kembali kepada ekonomi kerakyatan yang berbasiskan pada nilai-nilai kebaikan yang datangnya dari Tuhan, tidak ada konsep kapitalisme dan rente yang ada adalah kapital seimbang.
Tuhan akan berada pada setiap aktifitas kehidupan manusia, baik di pasar atau di kegiatan lainnya, artinya dalam melakukan kegiatan apapun akan menerapkan nilai-nilai kebaikan yamg datangnya dari Tuhan dan akan selalu mejadi ruh pada seluruh aktifitas kehidupan.
Mendahulukan kepentingan orang banyak, bersikap professional, jujur dalam bertindak, menghargai dan mengapresiasi setiap prestasi dan perbuatan baik lainnya, berkeadilan, membantu, tidak menindas dan saling mensupport dengan memanusiakan manusia untuk terciptanya kepentingan bersama menjadi tujuan utama.
Jika sistim ekonomi kapitalis dan rente itu sudah usang semestinya kita kembali kepada ekonomi kerakyatan yang syarat dengan nilai-nilai luhur bangsa kita sendiri (local wisdom).
Sedangkan ekonomi kerakyatan itu sendiri dapat berjalan manakala adanya kebijakan yang memperlancar arus sumber-sumber dana mengalir ke bawah (masyarakat) dan bukan ke atas (oligarki dan konglomerat).
Uang yang terdistribusi kepada rakyat, oleh mereka digunakan sebagai modal dalam melakukan kegiatan ekonominya.
Penekanan dana terdistribusi kepada rakyat secara merata adalah terdapatnya kebijakan yang berazaskan pada kemudahan rakyat dalam mendapatkan sumber-sumber kegiatan ekonomi yang diujungnya akan menciptakan pendapatan masyarakat, seperti tersedianya lapangan kerja.
Pendapatan yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi potensi pendapatan negara melalui peningkatan pajak yang dibayarkan, hal ini sebagai konsekuensi warga negara yang baik.
Nilai-nilai kemuliaan dalam kegiatan ekonomi bagi masyarakat muslim adalah manakala mereka mendapatkan kemudahan dalam memperoleh akses sumber-sumber ekonomi dan pendapatan. Apabila hal ini terjadi maka akan mendorog terciptanya potensi munfik dan muzakki serta wakif baru, karena kini mereka sudah berpengjasilan
sehingga mereka dapat menunaikan zakat, infaq, sedekah dan wakafnya sebagai bagian kegiatan ibadahnya, sungguh indah konsep tolong menolong dan gotong royong secara bersama dan berkeadilan sebagai bentuk kesholehan sosial.
Beberapa kali sejak tahun 2020 hingga tahun 2022 Indonesia merupakan negara berpredikat rakyatnya paling dermawan dibandingkan negara lain, semestinya juga hal ini tercermin pada nilai kebaikan lain yakni kapan Indonesia menjadi negara terbersih atau negara dan rakyatnya terendah dalam melakukan tindak korupsi? Apabila hal ini terjadi sudah bisa dipastikan kemakmuran dan kesejahetraan menyertai kita semua.
Manakala penerapan nilai-nilai kemuliaan pada setiap kegiatan ekonomi tercipta maka akan memberikan dampak positif pada bidang ekonomi misal di bidang sumber daya manusia, akan terwujud suatu kebijakan yang mengarah pada keseimbangan kepentingan sehingga manusia tidak dijadikan hanya sebagai alat produksi melainkan sumber daya asset yang berharga selain adanya teknologi dan sumber daya alam.
Sedangkan dibidang permodalan maka uang tidak akan dijadikan satu-satunya penentu atas penguasaan sumber daya lainnya, melainkan uang diarahkan berfungsi sebagai komponen penyeimbang, atau dengan kata lain bukan dijadikan satu-satunya penentu atau “raia” dalam menentukan kesepakatan kegiatan ekonomi dapat berjalan.
Pembatasan kekuasan berlebih yang bersumber dari modal (uang) diperlukan guna menghindari terjadinya kemudharatan massal, karena nilai-nilai kebaikan sulit terealisasi manakala kegiatan ekonomi hanya berpijak pada pencapaian materi semata sebagai tujuannya
Hal ini senada dari isi buku Noreena Herzt berjudul “Perampok Negara Kuasa Kapitalisme Global Dan Matinya Demokrasi”, semoga hal ini tidak terjadi, kalaupun sedang terjadi semoga dapat dihentikan.
Kekhawatiran ini cukup beralasan karena begitu besarnya peran lebih kekuasaan ekonomi global yang dimainkan oleh segelintir orang saja dengan keterlibatan dari beberapa lembaga ekonomi dan keuangan internasional seperti IMF dan lembaga ekonomi dan keuangan lainnya.
Tidak dipungkiri realitas kehidupan bernegara, kita sering kali melihat bahwa kekuasaan bisnis ternyata memang jauh lebih dominan. Ia bahkan bisa merampas habis negara, dan pebisnis jauh lebih berkuasa ketimbang politisi.
Kekuasaan perusahaan dalam mengeksekusi kebijakan publik pun jauh melampaui kekuasaan politik dan negara, demikian dalam cuplikan ulasannya.
Semoga saja dengan menerapkan nilai-nilai kebaikan yang datangnya dari Tuhan dan meininggalkan konsep kapitalis dan rente dalam setiap kegiatan ekonomi dan keuangan akan memperbaiki ekonomi dunia saat ini.
Wallahu alam Bissawab
Semoga bermanfaat.
Disusun oleh Deni Nuryadin
Mahasiswa Program S3 (Doktoral Ekonomi Syariah)
Baca berita dan informasi menarik lainnya dari teropongpost.id di Google News