Teropongpost, Tangsel, -Taher Rachmadi salah satu pejabat di Kota Tangsel dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Taher diadukan ke lembaga antirasuah karena diduga terlibat kasus mark up proyek pengembangan teknologi pengelolaan sampah sebesar Rp 41 miliar saat dirinya menjabat kepala dinas (Kadis) kebersihan pemakaman dan pertamanan (DKPP) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) lalu.
Sekarang, DKPP berubah nama menjadi dinas lingkungan hidup (DLH). Saat ini, pria bernama lengkap Mochamad Taher Rachmadi itu menjabat sebagai kepala badan pendapatan daerah (Bapenda) Tangsel.
Taher dilaporkan ke KPK oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yudha Bakti. Dalam tanda bukti penerimaan laporan/informasi pengaduan masyarakat ke KPK nomor informasi: 2022-A-04813 yang diperoleh awak media, pelapor melaporkan adanya dugaan korupsi pada proyek pengembangan teknologi pengolahan persampahan Tahun Anggaran 2015 di dinas kebersihan pemakaman dan pertamanan (DKPP) Tangsel dengan nilai total Rp 41.374.718.200, 00 (Rp 41,37 miliar).
Saat proyek tersebut berjalan, kepala dinas DKPP saat itu dijabat Taher Rachmadi. Masih dalam tanda bukti penerimaan laporan ke KPK, pelapor menilai, ada dugaan indikasi penyimpangan dalam proyek tersebut.
Dan diduga proyek tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan perencanaannya. Serta diduga kuat terdapat kerugian negara dalam proyek tersebut.
Masih menurut pelapor, dalam proyek Rp 41,37 miliar tersebut, ternyata, anggarannya digunakan untuk kegiatan lain atau nomenklaturnya berbeda dari yang seharusnya. Yakni, dana sebesar Rp 10 miliar untuk pengangkutan sampah dari Tangsel ke Bogor dan Rp 30 miliar untuk pembelian lahan seluas 3 hektar (ha).
Pelapor menilai, terdapat dugaan kuat, indikasi mark up dalam pembelian lahan tersebut. Serta, diduga ada pelanggaran administratif dan lainnya.
Ketika dikonfirmasi awak media, pelapor membenarkan hal tersebut. “Ya, benar. Kenapa kami laporkan kasus dana Rp 41 miliar pada tahun 2015 (di DKPP Tangsel) itu? Karena, nomenklatur (kegiatan) diubah tanpa persetujuan DPRD,” ungkap pimpinan LSM Yudha Bakti, Duano Azier saat dihubungi awak media, Jumat, 10 Maret 2023.
Duano yang melaporkan dugaan kasus korupsi Rp 41,37 miliar bersama rekannya Hendra Prasetya ke KPK pada 23 Desember 2022 itu menegaskan, judul nomenklatur proyek tersebut diubah sepihak oleh pihak DKPP Tangsel.
“Nomenklatur itu judulnya pengembangan teknologi pengolahan persampahan Tahun Anggaran 2015 dengan nilai total Rp 41.374.718.200, 00 (Rp 41,37 M),” cetusnya.
Namun kata Duano, dalam perjalanannya dan faktanya, nomenklatur tersebut berubah. “Kenyataannya, proyek Rp 41 miliar tersebut digunakan untuk kegiatan lain. Yaitu Rp 10 miliar untuk pengangkutan sampah dari Tangsel ke Bogor. Dan yang Rp 30 miliarnya digunakan untuk pembelian lahan seluas 3 hektare,” paparnya.
Ditegaskan Duano, hal tersebut jelas sudah ada pelanggaran hukumnya. “Karena, setiap pembelian lahan itu harus ada persetujuan Panitia 9 seperti merujuk pada tahun 2011. Yaitu, pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Cipeucang saat itu, terlebih dahulu lahan dibebaskan seluas kurang lebih 3 hektare oleh Tim atau Panitia 9 yang pelaksanaan pembangunan fisiknya dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR pusat) dengan konsep sanitarirenfil,” ungkapnya.
Dan, lanjut mantan perwira TNI Angkatan Darat (AD) yang kini jadi aktivis peduli tindakan korupsi aparat itu, diduga kuat proyek tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan perencanannya. “Serta, kuat dugaan, terdapat kerugian negara dalam proyek tersebut,” tandasnya.
Maka dari itu, pihaknya melaporkan dugaan kasus korupsi ini ke lembaga yang dipimpin Firli Bahuri tersebut. “Oleh sebab itu, kami melaporkan kasus ini ke KPK. Kita berharap, (kasus ini) ada pertanggung jawaban hukumnya. Kalau ini benar, ya, kita minta aparat terkait mengusut tuntas kasus ini. Dan, biarkan rakyat Tangsel (Banten) yang menghukumnya,” Duano meminta.
Aktivis yang dikenal lantang menyuarakan antikorupsi tersebut pun menyayangkan peran anggota DPRD Kota Tangsel saat itu yang tidak melakukan pengawasan terhadap mitranya dalam hal ini DKPP.
“Ketua DPRD-nya dan anggota DPRD-nya kenapa tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik. Mereka selaku wakil rakyat yang mempunyai fungsi budgeting, legislasi dan controlling pada diam saja. Seharusnya disikapi. Ini, kan, lucu. Setelah tahun 2015, Rp 30 M beli tanah, 2016 mengajukan atau mengusulkan lagi beli lahan sebesar Rp 5 M dan disetujui lagi sama DPRD. Padahal, 2015 ada masalah,” pungkasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi awak media mengenai dugaan (mark up) kasus korupsi proyek pengembangan teknologi pengolahan sampah sebesar Rp 41,37 miliar, mantan Kepala Dinas Kebersihan, Pemakaman dan Pertamanan (DKPP) Kota Tangerang Selatan, Taher Rachmadi diduga takut menemui wartawan. Sebab, ia selalu menghindar saat dikonfirmasi awak media beberapa kali.
Ketika disambangi ke Kantor Bapenda Tangsel, tempatnya bertugas saat ini, Taher mengaku tidak ada di tempat. Awak media hanya ditemui oleh Sekretaris Pribadi Taher, Ismail.
“Bapak sedang tidak ada di tempat. Pesan Bapak (Taher), mengenai hal ini, silahkan Anda tanya atau konfirmasi ke Pak Yepi Suherman (sekretaris DKPP saat itu yang kini menjabat kepala dinas ketahanan pangan, pertanian dan perikanan Kota Tangerang Selatan),” pinta Ismail.
Dan, awak media pun langsung menghubungi Yepi Suherman. Sayangnya, Yepi melempar lagi ke Taher ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut.
“Mohon maaf, untuk info tersebut, barusan Pak Taher telpon saya. Biar Pak Taher yang menerangkannya. Fokus saya sekarang ke masalah pangan,” jawab Yepi Suherman melalui pesan WhatsApp.
Mendapat keterangan Yepi tersebut, awak media menghubungi Taher Rachmadi berkali-kali. Tetapi, Taher tidak mengangkat panggilan telepon dari awak media.
Pesan pendek (SMS) yang dikirim tidak satu pun yang dijawab oleh anak buah Ben-Pilar tersebut. Awak redaksi ratas.id mencoba menyambangi kantor Taher, lagi-lagi, pejabat senior ASN di Tangsel itu tidak ada di tempat.
Terakhir, awak media mengirimkan beberapa pertanyaan melalui surat konfirmasi bernomor 001/RED-RATAS/II/2023 ke Tahir Rachmadi. Tetapi, lagi-lagi, surat konfirmasi yang diterima sang sekretaris pribadi (Ismail) itu pun tidak dijawab oleh Taher hingga berita ini diturunkan.
Sekretaris Bapenda Ayu Blokir Nomor Wartawan
Sekretaris Bapenda Tangsel, Rahayu Sayekti atau biasa dipanggil “Ayu” yang merupakan bawahan Taher Rachmadi pun ikut-ikutan “alergi” dengan wartawan. Ayu hanya membaca pesan WhatsApp yang dikirim ratas.id.
Parahnya lagi, mantan ajudan atau sekretaris pribadi Airin Rachmi Diany itu mem-blokir nomor awak media. Hingga kini, Ayu pun bungkam saat dimintai untuk menyampaikan pesan konfirmasi ke Taher.
Mantan Ketua DPRD Tangsel Mengaku sudah Jalankan Fungsi Kedewanan
Ketua DPRD Kota Tangsel Periode 2014-2019, H. Ramli atau biasa disapa Haji Abi saat dikonfirmasi hal ini mengaku dirinya sudah menjalankan fungsi kedewanan sebagaimana mestinya.
“Saya sebagai ketua DPRD pada saat itu, (sudah menjalankan tugas kedewanan) sebagai fungsi pengawasan (yang) normatif,” ucap Haji Abi.
Mantan ketua DPRD Tangsel itu pun mengaku tidak pernah melakukan intervensi apa pun kepada dinas-dinas atau OPD-OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
“Tidak ada intervensi atau tidak ada bentuk apa pun kepada OPD. Boleh dicek kepada semua OPD/kepala dinas waktu saya jadi ketua DPRD. Tidak ada meminta atau tidak menerima bentuk apa pun dari OPD/kepala dinas. Begitu Pak,” ungkap Haji Abi.
Ketika ditanya mengenai berubahnya nomenklatur sepihak pada kegiatan atau proyek pengelohan teknologi sampah senilai Rp 41,37 miliar di DKPP yang dipimpin Taher Rachmadi, politisi yang kini menjabat ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Tangsel menjawab diplomatis.
“Soal nomenklatur yang berubah sepihak, itu tanyakan ke dinas tersebut. Mengapa mereka bisa mengubah seperti itu,” ujar ketua tim sukses pemenangan Ben-Pilar pada Pilkada Tangsel 2020 tersebut.